Subscribe to our feed

mahasiswa Uin Sunan Kali jaga

Selasa, 02 Desember 2014

Pendekatan Filologi dalam Studi Islam




Dhidhin Noer Ady Rahmanto
PASCA UIN


1.      Pengertian Filologi

Filologi merupakan satu kajian yang bertugas menelaah dan menyunting naskah untuk dapat mengetahui isinya. Cabang ilmu ini memang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, terutama di kalangan masyarakat Islam. Kekayaan dan warisan intelektual Islam menjadi terabai, padahal warisan inteletual yang berupa karya tulis itu sedemikian banyaknya. Di Indonesia saja, banyak peninggalan kitab klasik yang ditulis oleh ulama nusantara. Misalnya Imam Nawawi al-Bantani yang telah menulis tidak kurang dari seratus kitab berbahasa Arab dalam berbagai bidang keilmuan. Contoh lain, Syekh Mahfudh at-Tarmasy yang menulis hingga 60 kitab meliputi tafsir, qiraah, hadits, dan sebagainya.

Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu kata “philos” yang berarti ‘cinta’ dan “logos” yang berarti ‘pembicaraan’, ‘kata’ atau ‘ilmu’. Secara etimologis filologi berarti cinta kata-kata. Berasal dari bahasa Yunani, philologia, gabungan kata dari philos = ‘CINTA’ dan logos = ‘PEMBICARAAN’ atau ‘ILMU’. Dalam bahasa Yunani, philologia berarti ‘SENANG BERBICARA’.Dari pengertian ini kemudian berkembang menjadi ‘SENANG BELAJAR’, ‘SENANG KEPADA ILMU’, ‘SENANG KEPADA TULISAN-TULISAN’, dan kemudian ‘SENANG KEPADA TULISAN-TULISAN YANG BERNILAI TINGGI’ seperti ‘karya-karya sastra’.[1]

Obyek kajian filologi adalah teks, sedang sasaran kerjanya berupa naskah. Naskah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peninggalan tulisan masa lampau, dan teks merupakan kandungan yang tersimpan dalam suatu naskah. ‘Naskah’ sering pula disebut dengan ‘manuskrip’ atau ‘kodeks’ yang berarti tulisan tangan.[2]

2.      Metode dan Pendekatan Filologi dalam Studi Teks Keagamaan

Pada dasarnya kata filologi berasal dari kata-kata Yunani ”philologia” (philo = cinta, logio = huruf ). Phiologica berarti cinta kepada bahasa, karena huruf membentuk kata, kata membentuk kalimat dan kalimat adalah inti dari bahasa. Kata ”filologi” dapat ditemukan dalam khazanah bahasa Belanda dan Inggris, yang masing-masing mempuinyai pengertian yang berbeda-beda. Filologi dipakai juga untuk menyebut ‘ilmu yang berhubungan dengan studi teks, yaitu studi yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan hasil budaya yang tersimpan di dalamnya’. Konsep filologi demikian bertujuan mengungkapkan hasil budaya masa lampau sebagaimana yang terungkap dalam teks aslinya.

Metode

Dasar Kerja Filologi
§  Kerja filologi didasarkan pada prinsip bahwa teks berubah dalam penurunan (transmisi) nya, sehingga muncul teks yang bervariasi.
§  Jadi, filologi bekerja karena adanya sejumlah variasi teks.
Sasaran dan obyek kerja Filologi.
§ Sasaran kerja filologi adalah naskah.
§ Obyek kerja filologi adalah teks atau muatan naskah.
§ Teks adalah tulisan yang memuat informasi yang terkandung dalam naskah.
         Tujuan Filologi.
a.    Tujuan Umum.
§ Mengungkap produk masa lampau melalui peninggalan tulisan.
§ Mengungkapkan fungsi peninggalan tulisan pada masyarakat penerimanya, baik pada masa lampau maupun pada masa sekarang.
§ Mengungkap nilai-nilai budaya masa lampau.
b.   Tujuan khusus.
§ Mengungkapkan bentuk mula teks yang tersimpan dalam peninggalan masa lampau.
§ Mengungkapkan sejarah perkembangan teks.
§ Mengungkapkan sambutan masyarakat terhadap suatu teks sepanjang penerimaannya.
§ Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini, yaitu dalam bentuk suntingan.
      Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu-Ilmu Lain
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Linguistik
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sastra
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Sejarah Kebudayaan
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sejarah
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Hukum Adat
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Sejarah Perkembangan Agama.
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Filsafat
    LANGKAH KERJA PENELITIAN FILOLOGI.
         Pekerjaaan utama dalam penelitian filologi adalah :
§  Mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan dan sesuai dengan aslinya.
§  Menyajikan teks dalam bentuk tebaca oleh masyarakat pembaca masa kini.
  LANGKAH KERJA FILOLOGI.
a. Iventarisasi Naskah.
§  Menentukan naskah atau teks yang akan dijadikan obyek penelitian.
§  Mendaftar semua naskah (obyek penelitian) di berbagai perpustakaan, museum, lembaga swasta, lembaga pemerintahan, atau koleksi perorangan.
§  Pendaftaran naskah didasarkan atas daftar naskah atau katalog di perpustakaan.
§  Naskah-naskah yang sudah didaftar atau diinventarisir harus didapat atau diperoleh dengan cara memfotocopinya atau merekam dari microfilm.
§  Semua naskah yang sudah didapatkan harus dicatat nomor katalognya dan diberi kategorisasi menurut abjad (A, B, C, D, dan seterusnya).
b. Deskripsi Naskah.
§  Semua naskah yang telah didapat diuraikan atau dideskripsikan secara rinci.
§  Deskripsi naskah mencakup nomor katalog naskah, keadaan naskah, bahan naskah, tulisan dalam naskah, watermark, asal naskah, umur naskah, catatan lain mengenai naskah, dan pokok-pokok isi naskah.
§  Dengan deskripsi naskah dapat diketahui lengkap tidaknya naskah, jelas tidaknya tulisan, dan urut tidaknya cerita dalam naskah.
c.  Perbandingan Naskah.
§  Semua naskah yang didapatkan harus dibaca satu per satu kemudian diperbandingkan satu dengan yang lainnya.
§  Perbandingan naskah bisa meliputi : a). Perbandingan kata demi kata. b). Perbandingan susunan kalimat, gaya bahasa, atau ejaannya. c).  Perbandingan isi cerita.
§  Setelah semua naskah diperbandingkan, naskah-naskah itu digolongkan sesuai dengan kesamaan dan ciri-cirinya.
§  Penggolongan naskah sangat penting dan berguna untuk mengetahui kekerabatan antar naskah, menentukan silsilah naskah, dan untuk melacak transmisi naskah.
§  Dalam membandingkan naskah perlu dicatat variasi-variasi yang ada dalam naskah.
d. Penilaian (resensi) dan Pengujian naskah (kolasi).
§  Penilaian dan pengujian naskah (teks) dilakukan dengan menggunakan salah satu metode yang ada dalam kritik teks.
§  Menentukan dan memilih bacaan atau urutan yang benar, serta menyelesaikan kekurangan atau masalah-masalah lain yang terdapat dalam naskah.
§  Pemilihan bacaan yang benar dan penyelesaian permasalahan yang terdapat dalam naskah didasarkan atas teks yang ada atau berdasarkan tulisan-tulisan lain mengenai naskah.
e. Rekonstruksi atau Penyusunan Kembali Teks dalam Bentuk “Terbaca”.
f.   Transliterasi / Transkripsi Naskah.
g. Terjemah Naskah (Teks).
h.Pembahasan atau Analisis Teks sesuai dengan Pendekatan Yang Diperlukan

Jika dilihat dari efektifitas fungsinya, metode ini dipergunakan jika sumber data berupa naskah atau manuskrip. Ia dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara cermat pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam naskah tersebut melalui analisis kosa kata yang digunakan, berikut nuansa-nuansa yang ada di dalamnya, sehingga dapat terhindar dari kesalahfahaman pemikiran[3]

Az-Zamakhsyari, sebagaimana dikutip Nabilah Lubis, mengungkapkan kegiatan filologi sebagai tahqiq al-kutub. Secara bahasa, tahqiq berarti tashhih (membenarkan/mengkoreksi) dan ihkam (meluruskan). Sedang secara istilah, tahqiq berarti menjadikan teks yang ditahkik sesuai dengan harapan pengarangnya, baik bahasanya maupun maknanya. Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa tahqiq bertujuan untuk menghadirkan kembali teks yang bebas dari kesalahan-kesalahan dan sesuai dengan harapan penulisnya. Tahqiq sebuah teks atau nash adalah melihat sejauh mana hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam teks tersebut.

Sebagai hasil budaya masa lampau, peninggalan tulisan perlu dipahami dalam konteks masyarakat yang melahirkannya. Pengetahuan tentang berbagai konvensi yang hidup dalam masyarakat yang melatarbelakangi penciptaannya mempunyai peran yang besar bagi upaya memahami kandungan isinya. Hal ini berarti juga bahwa pengetahuan kebahasaan secara luas dierlukan untuk membongkar kandugan isi karya tulisan masa lampau. Dengan demikian, seorang filolog harus pula ahli bahasa. Dari situasi inilah kemudian filologi dipandang sebagai ilmu tentang bahasa. Dalam konsep ini, filologi dipandang sebagai ilmu dan studi bahasa yang ilmiah, seperti yang pada saat ini dilakukan oleh linguistik.

3.      Karya-Karya dalam Studi Filologi

Salah satu karya dalam mengkaji persoalan agama dan Islam, Charles J. Adams telah menelaah karya-karya peneliti sebelumnya, di antaranya von Grunebaum, W.C. Smith,  Kenneth Gragg. Von Grunebaum mengemukakan bahwa kesadaran umat Islam telah beralih dari heterogenetic kepada orthogenetic. Pendapat ini dipakai oleh Adams, ketika ia menjelaskan bahwa dunia Islam dewasa ini dihadapakan pada persoalan yang cukup dilematis ketika berhubungan dengan modernitas, di mana umat Islam hanya dapat pasrah pada keadaan dan bergantung pada takdir Tuhan.
Lepas dari sentuhan mutakhir dalam perkembangan ilmu filologi, pendekatan ilmiah yang memakai filologi sebagai pisau bedah analisis dalam sejarah perkembangan kajian al-Qur’an dan ulumul al-Qur’an, atau katakanlah dalam kajian Islam secara umum, sudah dilakukan sejak lama lantaran materi al-Qur’an dan Hadis tertuang dalam bahasa Arab. Jika kita menilik perkembangan bahasa Arab sekarang, dan membandingkannya dengan bahasa Arab yang tertuang dalam al-Qur’an dan naskah-naskah hadis, misalnya; maka kita bisa menilai bahwa bahasa Arab memiliki keunikan yang tidak hanya dianggap bagian dari bahasa kuno, tetapi kekunoan itu terus terpelihara hingga kini. Alasan inilah yang menegaskan pentingnya pendekatan filologis terhadap al-Qur’an.

Beberapa temuan hasil penelitian terhadap al-Qur’an yang memakai pendekatan filologi komparatif dapat dilihat dalam dua buah artikel Jalaluddin al-Suyuti di dalam al-Itqân yang mengupas tentang adanya kata-kata di dalam al-Qur’an yang bukan berasal dari dialek Hijaz, dan bahkan istilah-istilah serapan (mu‘arrab) yang berasal dari bahasa-bahasa asing non-Arab. Sementara dalam uraian tentang lafazh-lafazh yang mua‘arrab, artikel Suyuti dalam al-Itqân (vol. 1, hal. 136-142) merupakan ringkasan dari salah satu karyanya sendiri berjudul al-Muhadzdzab fî mâ waqa‘a fi al-Qur’ân min al-mu‘arrab. Karya ini diakuinya sebagai satu-satunya literatur yang memberikan penjelasan terhadap persoalan serupa setelah para ulama sebelumnya seperti Tâjuddin Subkî (w.769/1368) dan Ibn Hajar al-Asqallânî (w. 852/1449) hanya menyebutkan lafazh-lafazh mu’arrab itu dalam bait-bait syair. Peran besar Suyuti dalam hal ini adalah dengan memberikan sajian penjelasan yang lebih bersifat analitis-ilmiah melalui telaah filologis klasik terhadap problematika bahasa al-Qur’an tersebut.

4.      Signifikansi dan Kontribusi Pendekatan Filologi dalam Studi Islam.

Berbicara signifikansi filologi sangatlah penting untuk memecahkan masalah yang terjadisaat ini. Hasil dari studi dengan pendekatan filologis, menurut Adams, adalah sebuah sumber pustaka (literatur) yang dapat menyentuh semua aspek kehidupan dan kesalihan umat Islam. Tidak hanya menjadi rujukan pengetahun Barat tentang Islam, filologis juga memainkan peranan penting di dunia Islam. Outcome dari pendekatan filologis ini sebagian besar telah dimanfaatkan oleh para intelektual, politisi, dan sebagainya.
Selain itu, filologi harus turut andil dalam studi Islam. Hal terpenting yang dimiliki oleh mahasiswa Muslim adalah kekayaan literatur klasik seperti sejarah, teologi, dan mistisisme. yang kesemuanya tidak mungkin dipahami tanpa bantuan filologi. Penelitian agama dengan menggunakan pendekatan filologi dapat dibagi dalam tiga pendekatan, yaitu tafsir, content analysis, dan hermeneutika. Ketiga pendekatan tersebut tidak terpisah secara ekstrim. Pendekatan-pendekatan itu bisa over lapping, saling melengkapi, atau bahkan dalam sudut tertentu sama. Filologi berguna untuk meneliti bahasa, meneliti kajian linguistik, makna kata-kata dan ungkapan terhadap karya sastra.[4]

Di sini, arti penting pendekatan filologis dalam lingkup kajian rekonstruksi teks adalah guna memberikan gambaran yang lebih jelas terhadap karya-karya yang tidak mencantumkan nama pengarang dalam tulisan manuskripnya, ataupun penisbatan sebuah karya yang masih bersifat meragukan, seperti dalam kasus sebuah karya tafsir sufi yang secara meragukan dinisbatkan kepada Ibnu ‘Arabi —hanya lantaran isinya yang banyak mengungkapkan konsep wahdat al-wujûd. Di sini, pendekatan rekonstruksi teks menjadi jawaban bagi persoalan yang lekat dengan upaya penerbitan sebuah teks hasil kajian tafsir hadis dari salinan-salinan manuskripnya yang ada.

Meneliti agama memang tidak dapat di pisahkan dari aspek bahasa (philology),karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama di pahami,di hayati dan di sosialisasikan melalui bahasa.
Pendekatan ini memang belum banyak digunakan, meskipun oleh pihak-pihak pengguna kitab-kitab klasik itu sendiri, seperti pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi dalam studi Islam.

Kesimpulan
Pendekatan filologi dalam pengkajian Islam sudah dikenal cukup lama. Pendekatan ini sangat populer bagi para pengkaji agama terutama ketika mengkaji naskah-naskah kuno peninggalan masa lalu. Karena obyek dari pendekatan filologi ini adalah warisan-warisan keagamaan, berupa naskah-naskah klasik dalam bentuk manuskrip. Naskah-naskah klasik itu meliputi berbagai disiplin ilmu; sejarah, teologi, hukum, mistisme dan lain-lainnya yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dimanfaatkan di negara-negara muslim. Alat untuk mengetahui warisan-warisan intelektual Islam itu adalah bahasa, seperti bahasa Arab, Persia, Turki dan     Urdu.[5]
Studi filologi merupakan kunci pembuka khazanah budaya lama yang terkandung dalam naskah-naskah. Karena itu, menurut Charles, studi filologi haruslah diteruskan dalam studi, karena banyak naskah yang meliputi sejarah, teologi hukum, mistik dan lain-lainnya, belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dikaji oleh negara-negara Islam. [6]
Pendekatan filologi ini memang akan mampu mengungkap corak pemikira serta isi dari suatu naskah atau suatu kandungan teks untuk kemudian ditransformasikan ke dalam bahasa konteks kekinian.[7] Karena penekanan dalam studi filologi terletak pada analisa bahasa dengan seluruh strukturnya. Tetapi persoalannya menjadi lain manakah studi filologi ini diterapkan pada pengkajian kitab suci. Dalam hal ini, Charles memberikan ilustrasi dengan mengemukakan kajian komperasi semitik terhadap kitab suci al-Qur’an. Asumsi awalnya, bahwa al-Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan bahasa yang serumpun dengan bahasa Semit, termasuk didalamnya kitab suci agama Yahudi, karena al-Qur’an dengan bahasa Arab yang sama serumpun dengan bahasa Semit, maka ketika ada bahasa yang sama dengan pola struktur bahasa sebelumnya akan dianggap sebagai pinjaman dari bahasa itu. Implikasi lebih jauh akan berkaitan dengan tradisi yang berlaku pada suatu masyarakat. Karena itu tidak mengherankan apabila ada asumsi bahwa sebagian bahasa al-Qur’an merupakan pinjaman dari bahasa lain yang mencerminkan tradisi dari bahasa sebelumnya. Inilah-yang menurut Charles-menjadi masalah signifikan dalam kajian yang bersifat filologi[8]
Disamping pendekatan filologi, bagi Charles pendekatan historis juga sangat membantu dalam pengkajian Islam, terutama dalam konteks untuk mengetahui perubahan dan perkembangan. Pendekatan historis ini tidak hanya menjelaskan bagaimana suatu peristiwa terjadi, tetapi lebih dalam mencoba menguraikan hukum kausalitas dari suatu peristiwa kesejarahan. Oleh karena itu, biasanya dalam pendekatan ini, asumsi untuk membangun hipotetis adalah suatu pertanyaan mengapa dan bagaimana. Dalam hal ini-menurut Charles-esensinya adalah menggabungkan pendekatan filologi yang penekanannya pada bahasa dengan pendekatan historis yang sangat berguna untuk memahami kondisi masyarakat pada suatu masa tertentu.[9]
Melalui pendekatan historis seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empirik dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.


DAFTAR PUSTAKA

Nabilah Lubis, Naskah dan Metode Penelitian Filologi [Jakarta; Forum Kajian Bahasa dan            Sastra Arab, 1996]
harles J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder
Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: BPSI Weddha Tama Jinarwa.          Surakarta: Cendrawasih
al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyrik, 1986)
Majdid wahab, Kamil al-Muhandis, Mu’jam al-Musthalahat al-Arabiyah fi al-Lughah wa al-          adab, (Beirut: Maktab Lubanani, 1984
AS. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Distionary of Current English, (Oxford University       Press, 1983)


[1] http://www.ppt2txt.com/r/f5515956/ (Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: BPSI Weddha Tama Jinarwa. Surakarta: Cendrawasih)
[2] Nabilah Lubis., Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi,(Jakarta: Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah. 1996)
[3]
       [4] http://cfis.uii.ac.id/content/view/32/87/
[5] [Charles J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The Study of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The Social Sciences [New York; John Wiley dan Sons, 1976], hal. 31
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Lihat Nabilah Lubis, Naskah dan Metode Penelitian Filologi [Jakarta; Forum Kajian Bahasa dan Sastra Arab, 1996], hal. 14-15
[9] Charles J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The Study of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The Social Sciences [New York; John Wiley dan Sons, 1976], hal. 43

0 komentar:

Posting Komentar