Dhidhin Noer Ady Rahmanto
PASCA UIN
1. Pengertian Filologi
Filologi merupakan satu kajian yang bertugas
menelaah dan menyunting naskah untuk dapat mengetahui isinya. Cabang ilmu ini
memang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, terutama di kalangan
masyarakat Islam. Kekayaan dan warisan intelektual Islam menjadi terabai,
padahal warisan inteletual yang berupa karya tulis itu sedemikian banyaknya. Di
Indonesia saja, banyak peninggalan kitab klasik yang ditulis oleh ulama
nusantara. Misalnya Imam Nawawi al-Bantani yang telah menulis tidak kurang dari
seratus kitab berbahasa Arab dalam berbagai bidang keilmuan. Contoh lain, Syekh
Mahfudh at-Tarmasy yang menulis hingga 60 kitab meliputi tafsir, qiraah,
hadits, dan sebagainya.
Filologi berasal dari kata dalam bahasa
Yunani, yaitu kata “philos” yang berarti ‘cinta’ dan “logos” yang berarti
‘pembicaraan’, ‘kata’ atau ‘ilmu’. Secara
etimologis filologi berarti cinta kata-kata. Berasal dari bahasa Yunani,
philologia, gabungan kata dari philos = ‘CINTA’
dan logos = ‘PEMBICARAAN’ atau ‘ILMU’. Dalam bahasa Yunani, philologia berarti
‘SENANG BERBICARA’.Dari pengertian ini kemudian berkembang menjadi ‘SENANG
BELAJAR’, ‘SENANG KEPADA ILMU’, ‘SENANG KEPADA TULISAN-TULISAN’, dan kemudian
‘SENANG KEPADA TULISAN-TULISAN YANG BERNILAI TINGGI’ seperti ‘karya-karya
sastra’.[1]
Obyek kajian filologi adalah teks, sedang sasaran kerjanya berupa
naskah. Naskah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peninggalan
tulisan masa lampau, dan teks merupakan kandungan yang tersimpan dalam suatu
naskah. ‘Naskah’ sering pula disebut dengan ‘manuskrip’ atau ‘kodeks’ yang
berarti tulisan tangan.[2]
2. Metode dan Pendekatan Filologi dalam Studi
Teks Keagamaan
Pada dasarnya kata filologi berasal dari kata-kata
Yunani ”philologia” (philo = cinta, logio = huruf ). Phiologica berarti cinta
kepada bahasa, karena huruf membentuk kata, kata membentuk kalimat dan kalimat
adalah inti dari bahasa. Kata ”filologi” dapat ditemukan dalam khazanah bahasa Belanda
dan Inggris, yang masing-masing mempuinyai pengertian yang berbeda-beda. Filologi
dipakai juga untuk menyebut ‘ilmu yang berhubungan dengan studi teks, yaitu
studi yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan hasil budaya yang tersimpan di
dalamnya’. Konsep filologi demikian bertujuan mengungkapkan hasil budaya masa
lampau sebagaimana yang terungkap dalam teks aslinya.
Metode
Dasar Kerja Filologi
§ Kerja
filologi didasarkan pada prinsip bahwa teks berubah dalam penurunan (transmisi)
nya, sehingga muncul teks yang bervariasi.
§ Jadi,
filologi bekerja karena adanya sejumlah variasi teks.
Sasaran dan obyek kerja Filologi.
§ Sasaran kerja filologi adalah naskah.
§ Obyek kerja filologi adalah teks atau muatan naskah.
§ Teks adalah tulisan yang memuat informasi yang terkandung dalam naskah.
Tujuan Filologi.
a. Tujuan Umum.
§ Mengungkap produk masa lampau melalui peninggalan tulisan.
§ Mengungkapkan fungsi peninggalan tulisan pada masyarakat penerimanya, baik
pada masa lampau maupun pada masa sekarang.
§ Mengungkap nilai-nilai budaya masa lampau.
b. Tujuan khusus.
§ Mengungkapkan bentuk mula teks yang tersimpan dalam peninggalan masa
lampau.
§ Mengungkapkan sejarah perkembangan teks.
§ Mengungkapkan sambutan masyarakat terhadap suatu teks sepanjang penerimaannya.
§ Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini, yaitu
dalam bentuk suntingan.
Filologi
Sebagai Ilmu Bantu Ilmu-Ilmu Lain
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Linguistik
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sastra
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Sejarah Kebudayaan
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sejarah
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Hukum Adat
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Sejarah Perkembangan Agama.
§ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Filsafat
LANGKAH
KERJA PENELITIAN FILOLOGI.
Pekerjaaan utama dalam penelitian
filologi adalah :
§ Mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan dan
sesuai dengan aslinya.
§ Menyajikan teks dalam bentuk tebaca oleh masyarakat
pembaca masa kini.
LANGKAH KERJA FILOLOGI.
a. Iventarisasi Naskah.
§ Menentukan naskah atau teks yang akan dijadikan obyek
penelitian.
§ Mendaftar semua
naskah (obyek penelitian) di berbagai perpustakaan, museum, lembaga swasta,
lembaga pemerintahan, atau koleksi perorangan.
§ Pendaftaran naskah didasarkan atas daftar naskah atau
katalog di perpustakaan.
§ Naskah-naskah yang sudah didaftar atau diinventarisir
harus didapat atau diperoleh dengan cara memfotocopinya atau merekam dari
microfilm.
§ Semua naskah yang sudah didapatkan harus dicatat nomor
katalognya dan diberi kategorisasi menurut abjad (A, B, C, D, dan seterusnya).
b. Deskripsi Naskah.
§ Semua naskah yang telah didapat diuraikan atau
dideskripsikan secara rinci.
§ Deskripsi naskah mencakup nomor katalog naskah, keadaan
naskah, bahan naskah, tulisan dalam naskah, watermark, asal naskah, umur
naskah, catatan lain mengenai naskah, dan pokok-pokok isi naskah.
§ Dengan deskripsi naskah dapat diketahui lengkap tidaknya
naskah, jelas tidaknya tulisan, dan urut tidaknya cerita dalam naskah.
c. Perbandingan
Naskah.
§ Semua naskah yang
didapatkan harus dibaca satu per satu kemudian diperbandingkan satu dengan yang
lainnya.
§ Perbandingan naskah bisa meliputi : a). Perbandingan kata
demi kata. b). Perbandingan susunan kalimat, gaya bahasa, atau ejaannya.
c). Perbandingan isi cerita.
§ Setelah semua naskah diperbandingkan, naskah-naskah itu
digolongkan sesuai dengan kesamaan dan ciri-cirinya.
§ Penggolongan naskah sangat penting dan berguna untuk
mengetahui kekerabatan antar naskah, menentukan silsilah naskah, dan untuk
melacak transmisi naskah.
§ Dalam membandingkan naskah perlu dicatat variasi-variasi
yang ada dalam naskah.
d. Penilaian (resensi) dan Pengujian naskah (kolasi).
§ Penilaian dan
pengujian naskah (teks) dilakukan dengan menggunakan salah satu metode yang ada
dalam kritik teks.
§ Menentukan dan memilih bacaan atau urutan yang benar,
serta menyelesaikan kekurangan atau masalah-masalah lain yang terdapat dalam
naskah.
§ Pemilihan bacaan yang benar dan penyelesaian permasalahan
yang terdapat dalam naskah didasarkan atas teks yang ada atau berdasarkan
tulisan-tulisan lain mengenai naskah.
e. Rekonstruksi atau Penyusunan Kembali Teks dalam
Bentuk “Terbaca”.
f. Transliterasi
/ Transkripsi Naskah.
g. Terjemah Naskah (Teks).
h.Pembahasan atau Analisis Teks sesuai dengan Pendekatan
Yang Diperlukan
Jika dilihat dari efektifitas fungsinya, metode ini
dipergunakan jika sumber data berupa naskah atau manuskrip. Ia dimaksudkan
untuk mendeskripsikan secara cermat pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam
naskah tersebut melalui analisis kosa kata yang digunakan, berikut
nuansa-nuansa yang ada di dalamnya, sehingga dapat terhindar dari
kesalahfahaman pemikiran[3]
Az-Zamakhsyari, sebagaimana dikutip Nabilah Lubis,
mengungkapkan kegiatan filologi sebagai tahqiq al-kutub. Secara bahasa, tahqiq
berarti tashhih (membenarkan/mengkoreksi) dan ihkam (meluruskan). Sedang secara
istilah, tahqiq berarti menjadikan teks yang ditahkik sesuai dengan harapan
pengarangnya, baik bahasanya maupun maknanya. Dari definisi ini, dapat dipahami
bahwa tahqiq bertujuan untuk menghadirkan kembali teks yang bebas dari kesalahan-kesalahan
dan sesuai dengan harapan penulisnya. Tahqiq sebuah teks atau nash adalah
melihat sejauh mana hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam teks tersebut.
Sebagai hasil budaya masa lampau, peninggalan
tulisan perlu dipahami dalam konteks masyarakat yang melahirkannya. Pengetahuan
tentang berbagai konvensi yang hidup dalam masyarakat yang melatarbelakangi
penciptaannya mempunyai peran yang besar bagi upaya memahami kandungan isinya.
Hal ini berarti juga bahwa pengetahuan kebahasaan secara luas dierlukan untuk
membongkar kandugan isi karya tulisan masa lampau. Dengan demikian, seorang
filolog harus pula ahli bahasa. Dari situasi inilah kemudian filologi dipandang
sebagai ilmu tentang bahasa. Dalam konsep ini, filologi dipandang sebagai ilmu
dan studi bahasa yang ilmiah, seperti yang pada saat ini dilakukan oleh
linguistik.
3. Karya-Karya dalam Studi Filologi
Salah satu karya dalam mengkaji persoalan
agama dan Islam, Charles J. Adams telah menelaah karya-karya peneliti
sebelumnya, di antaranya von Grunebaum, W.C. Smith, Kenneth Gragg. Von Grunebaum mengemukakan
bahwa kesadaran umat Islam telah beralih dari heterogenetic kepada
orthogenetic. Pendapat ini dipakai oleh Adams, ketika ia menjelaskan bahwa
dunia Islam dewasa ini dihadapakan pada persoalan yang cukup dilematis ketika
berhubungan dengan modernitas, di mana umat Islam hanya dapat pasrah pada
keadaan dan bergantung pada takdir Tuhan.
Lepas dari sentuhan mutakhir dalam
perkembangan ilmu filologi, pendekatan ilmiah yang memakai filologi sebagai
pisau bedah analisis dalam sejarah perkembangan kajian al-Qur’an dan ulumul
al-Qur’an, atau katakanlah dalam kajian Islam secara umum, sudah dilakukan
sejak lama lantaran materi al-Qur’an dan Hadis tertuang dalam bahasa Arab. Jika
kita menilik perkembangan bahasa Arab sekarang, dan membandingkannya dengan
bahasa Arab yang tertuang dalam al-Qur’an dan naskah-naskah hadis, misalnya;
maka kita bisa menilai bahwa bahasa Arab memiliki keunikan yang tidak hanya
dianggap bagian dari bahasa kuno, tetapi kekunoan itu terus terpelihara hingga
kini. Alasan inilah yang menegaskan pentingnya pendekatan filologis terhadap
al-Qur’an.
Beberapa temuan hasil penelitian terhadap
al-Qur’an yang memakai pendekatan filologi komparatif dapat dilihat dalam dua
buah artikel Jalaluddin al-Suyuti di dalam al-Itqân yang mengupas tentang
adanya kata-kata di dalam al-Qur’an yang bukan berasal dari dialek Hijaz, dan
bahkan istilah-istilah serapan (mu‘arrab) yang berasal dari bahasa-bahasa asing
non-Arab. Sementara dalam uraian tentang lafazh-lafazh yang mua‘arrab, artikel
Suyuti dalam al-Itqân (vol. 1, hal. 136-142) merupakan ringkasan dari salah
satu karyanya sendiri berjudul al-Muhadzdzab fî mâ waqa‘a fi al-Qur’ân min
al-mu‘arrab. Karya ini diakuinya sebagai satu-satunya literatur yang memberikan
penjelasan terhadap persoalan serupa setelah para ulama sebelumnya seperti
Tâjuddin Subkî (w.769/1368) dan Ibn Hajar al-Asqallânî (w. 852/1449) hanya
menyebutkan lafazh-lafazh mu’arrab itu dalam bait-bait syair. Peran besar
Suyuti dalam hal ini adalah dengan memberikan sajian penjelasan yang lebih
bersifat analitis-ilmiah melalui telaah filologis klasik terhadap problematika
bahasa al-Qur’an tersebut.
4. Signifikansi dan Kontribusi Pendekatan
Filologi dalam Studi Islam.
Berbicara signifikansi filologi sangatlah penting untuk memecahkan masalah
yang terjadisaat ini. Hasil
dari studi dengan pendekatan filologis, menurut Adams, adalah sebuah sumber
pustaka (literatur) yang dapat menyentuh semua aspek kehidupan dan kesalihan umat
Islam. Tidak hanya menjadi rujukan pengetahun Barat tentang Islam, filologis
juga memainkan peranan penting di dunia Islam. Outcome dari pendekatan
filologis ini sebagian besar telah dimanfaatkan oleh para intelektual,
politisi, dan sebagainya.
Selain itu, filologi harus turut andil dalam studi Islam. Hal
terpenting yang dimiliki oleh mahasiswa Muslim adalah kekayaan literatur klasik
seperti sejarah, teologi, dan mistisisme. yang kesemuanya tidak mungkin
dipahami tanpa bantuan filologi. Penelitian agama dengan menggunakan pendekatan
filologi dapat dibagi dalam tiga pendekatan, yaitu tafsir, content analysis,
dan hermeneutika. Ketiga pendekatan tersebut tidak terpisah secara ekstrim.
Pendekatan-pendekatan itu bisa over lapping, saling melengkapi, atau bahkan
dalam sudut tertentu sama. Filologi berguna untuk meneliti bahasa, meneliti
kajian linguistik, makna kata-kata dan ungkapan terhadap karya sastra.[4]
Di sini, arti penting pendekatan filologis
dalam lingkup kajian rekonstruksi teks adalah guna memberikan gambaran yang
lebih jelas terhadap karya-karya yang tidak mencantumkan nama pengarang dalam
tulisan manuskripnya, ataupun penisbatan sebuah karya yang masih bersifat
meragukan, seperti dalam kasus sebuah karya tafsir sufi yang secara meragukan
dinisbatkan kepada Ibnu ‘Arabi —hanya lantaran isinya yang banyak mengungkapkan
konsep wahdat al-wujûd. Di sini, pendekatan rekonstruksi teks menjadi jawaban
bagi persoalan yang lekat dengan upaya penerbitan sebuah teks hasil kajian
tafsir hadis dari salinan-salinan manuskripnya yang ada.
Meneliti agama memang tidak dapat di pisahkan
dari aspek bahasa (philology),karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan
doktrin agama di pahami,di hayati dan di sosialisasikan melalui bahasa.
Pendekatan ini memang belum banyak digunakan,
meskipun oleh pihak-pihak pengguna kitab-kitab klasik itu sendiri, seperti
pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan
penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi dalam studi Islam.
Kesimpulan
Pendekatan
filologi dalam pengkajian Islam sudah dikenal cukup lama. Pendekatan ini sangat
populer bagi para pengkaji agama terutama ketika mengkaji naskah-naskah kuno
peninggalan masa lalu. Karena obyek dari pendekatan filologi ini adalah
warisan-warisan keagamaan, berupa naskah-naskah klasik dalam bentuk manuskrip.
Naskah-naskah klasik itu meliputi berbagai disiplin ilmu; sejarah, teologi,
hukum, mistisme dan lain-lainnya yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa
dan belum dimanfaatkan di
negara-negara muslim. Alat untuk mengetahui warisan-warisan intelektual Islam
itu adalah bahasa, seperti bahasa Arab, Persia, Turki dan
Urdu.[5]
Studi
filologi merupakan kunci pembuka khazanah budaya lama yang terkandung dalam
naskah-naskah. Karena itu, menurut Charles, studi filologi haruslah diteruskan
dalam studi, karena banyak naskah yang meliputi sejarah, teologi hukum, mistik
dan lain-lainnya, belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dikaji
oleh negara-negara Islam. [6]
Pendekatan
filologi ini memang akan mampu mengungkap corak pemikira serta isi dari suatu
naskah atau suatu kandungan teks untuk kemudian ditransformasikan ke dalam
bahasa konteks kekinian.[7] Karena
penekanan dalam studi filologi terletak pada analisa bahasa dengan seluruh
strukturnya. Tetapi persoalannya menjadi lain manakah studi filologi ini
diterapkan pada pengkajian kitab suci. Dalam hal ini, Charles memberikan ilustrasi
dengan mengemukakan kajian komperasi semitik terhadap kitab suci al-Qur’an.
Asumsi awalnya, bahwa al-Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan bahasa yang
serumpun dengan bahasa Semit, termasuk didalamnya kitab suci agama Yahudi,
karena al-Qur’an dengan bahasa Arab yang sama serumpun dengan bahasa Semit,
maka ketika ada bahasa yang sama dengan pola struktur bahasa sebelumnya akan
dianggap sebagai pinjaman dari bahasa itu. Implikasi lebih jauh akan berkaitan
dengan tradisi yang berlaku pada suatu masyarakat. Karena itu tidak
mengherankan apabila ada asumsi bahwa sebagian bahasa al-Qur’an merupakan
pinjaman dari bahasa lain yang mencerminkan tradisi dari bahasa sebelumnya.
Inilah-yang menurut Charles-menjadi masalah signifikan dalam kajian yang
bersifat filologi[8]
Disamping
pendekatan filologi, bagi Charles pendekatan historis juga sangat membantu
dalam pengkajian Islam, terutama dalam konteks untuk mengetahui perubahan dan
perkembangan. Pendekatan historis ini tidak hanya menjelaskan bagaimana suatu
peristiwa terjadi, tetapi lebih dalam mencoba menguraikan hukum kausalitas dari
suatu peristiwa kesejarahan. Oleh karena itu, biasanya dalam pendekatan ini,
asumsi untuk membangun hipotetis adalah suatu pertanyaan mengapa dan bagaimana.
Dalam hal ini-menurut Charles-esensinya adalah menggabungkan pendekatan
filologi yang penekanannya pada bahasa dengan pendekatan historis yang sangat
berguna untuk memahami kondisi masyarakat pada suatu masa tertentu.[9]
Melalui
pendekatan historis seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang
bersifat empirik dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan
yang ada di alam empiris dan historis.
DAFTAR PUSTAKA
Nabilah
Lubis, Naskah dan Metode Penelitian Filologi [Jakarta; Forum Kajian Bahasa dan Sastra Arab, 1996]
harles
J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder
Sudardi, Bani. 2003. Penggarapan Naskah.
Surakarta: BPSI Weddha Tama Jinarwa. Surakarta:
Cendrawasih
al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyrik, 1986)
Majdid wahab, Kamil al-Muhandis, Mu’jam al-Musthalahat al-Arabiyah
fi al-Lughah wa al- adab, (Beirut: Maktab Lubanani, 1984
AS. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Distionary of Current
English, (Oxford University Press, 1983)
[1] http://www.ppt2txt.com/r/f5515956/ (Sudardi, Bani.
2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: BPSI Weddha Tama Jinarwa. Surakarta:
Cendrawasih)
[2] Nabilah Lubis., Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi,(Jakarta: Forum Kajian
Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah. 1996)
[5] [Charles
J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The Study
of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The Social
Sciences [New York; John Wiley dan Sons, 1976], hal. 31
[8] Lihat
Nabilah Lubis, Naskah dan Metode Penelitian Filologi [Jakarta; Forum Kajian
Bahasa dan Sastra Arab, 1996], hal. 14-15
[9] Charles
J.Adams, ‘’Islamic Relegious Tradition’’ dalam Leonard Binder[edt.], The Study
of The Middle East; Research and Scholarship ib The Humanities an The Social
Sciences [New York; John Wiley dan Sons, 1976], hal. 43
0 komentar:
Posting Komentar